
Foto: Presiden RI dan Presiden RRT
Indonesia Terang, 27 April 2025- Indonesia, yang selama ini dikenal dekat dengan China, kini menunjukkan tanda-tanda mendekat ke Amerika Serikat (AS) dalam isu kebijakan tarif. Negosiasi tarif antara Indonesia dan AS telah menarik perhatian Beijing, yang melihatnya sebagai ancaman potensial terhadap hubungan bilateral yang selama ini terjalin erat.
Peringatan keras dilontarkan China kepada negara-negara yang bernegosiasi dengan mantan Presiden AS Donald Trump. Beijing mengancam akan mengambil tindakan balasan tegas jika kesepakatan yang dicapai merugikan kepentingan nasionalnya.
China menuding AS telah melakukan penyalahgunaan kebijakan tarif terhadap mitra dagangnya, dengan dalih menciptakan kesetaraan. Beijing khawatir tren ini akan membawa perdagangan internasional kembali ke era “hukum rimba” di mana kekuatan menjadi penentu utama.
Sebagai respons, China telah mengambil sejumlah langkah pembalasan terhadap tarif AS, seperti menerapkan tarif impor barang-barang tertentu dari AS dan membatasi ekspor mineral penting bagi industri teknologi global.
Presiden Xi Jinping, dalam kunjungannya ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja, menyerukan kerja sama antar negara untuk menentang kebijakan tarif sepihak dan tindakan penindasan yang dianggap tidak adil dalam perdagangan internasional.
Meskipun Asia Tenggara merupakan mitra dagang regional terbesar China, AS tetap menjadi mitra dagang terbesar China sebagai negara tunggal. Indonesia, yang kini menunjukkan keseriusan dalam bernegosiasi dengan AS, berada di posisi yang sulit. Langkah politik Indonesia yang cenderung mendekat ke AS berpotensi menggoyahkan hubungan bilateral dengan China.
Penting untuk dicatat:
– China dan AS telah lama terlibat dalam perang dagang, dengan kebijakan tarif menjadi senjata utama.
– Indonesia berada di tengah konflik dagang antara kedua negara, dan langkah politik yang diambil berpotensi memiliki konsekuensi yang signifikan bagi hubungan bilateralnya dengan China.
– Meskipun hubungan Indonesia-China kuat, negosiasi tarif dengan AS berpotensi mengganggu keseimbangan hubungan tersebut.
Laporan: Johan Tampubolon
