Foto Menkeu
JAKARTA, Indonesiaterang.net – Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang kontroversial, “tidur saja ekonomi bisa tumbuh 5,7 persen,” terus menjadi sorotan dan bahan diskusi di kalangan ekonom dan politik. Klaim yang disampaikan pada 14 Oktober 2025 itu memicu pertanyaan mengenai realistisnya target pertumbuhan ekonomi tanpa upaya ekstra.
Dosen Program Studi Doktor Manajemen Berkelanjutan Institut Perbanas, Steph Subanidja, melalui tulisannya di Kompas.com, sebagai ditelusuri wartawan, Rabu (15/10/2025) menganalisis fondasi klaim Purbaya. Menurut Purbaya, kunci pertumbuhan tersebut terletak pada keberhasilan program perumahan nasional. Investasi di sektor bangunan dan properti diyakini memiliki efek berantai (multiplier effect) yang besar terhadap industri lain seperti semen, baja, transportasi, furnitur, dan jasa keuangan, yang pada akhirnya mendorong konsumsi masyarakat dan kesempatan kerja.
Secara teori ekonomi makro, konsep ini dikenal sebagai investment multiplier, di mana setiap kenaikan investasi akan meningkatkan pendapatan nasional lebih dari proporsinya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan II 2025 menunjukkan investasi bangunan menyumbang sekitar 18,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan laju pertumbuhan 6 persen, sementara konsumsi rumah tangga berkontribusi 54,25 persen. Struktur ini mengindikasikan bahwa percepatan kecil di sektor konstruksi memang dapat mendorong pertumbuhan agregat.
Namun, simulasi kuantitatif sederhana menggunakan model kontribusi terhadap pertumbuhan menunjukkan bahwa klaim 5,7 persen tersebut tidak sepenuhnya mustahil, namun juga tidak otomatis tercapai. Dengan asumsi konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97 persen, investasi bangunan 6 persen, dan komponen lain sekitar 4,8 persen, pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisaran 5,1 persen, sesuai realisasi BPS.
Untuk menembus angka 5,7 persen, simulasi mengindikasikan Indonesia membutuhkan lonjakan investasi bangunan hingga 9–10 persen per tahun. Alternatifnya, target tersebut dapat tercapai jika konsumsi masyarakat menguat menjadi sekitar 5,5 persen, dengan pertumbuhan investasi bangunan sebesar 7,5 persen. Hal ini berarti, optimisme Purbaya bisa menjadi kenyataan, tetapi hanya jika dua mesin utama ekonomi, yaitu konsumsi dan investasi, berputar secara simultan dan kuat.
Laporan: Robinson

