
Foto: Manajemen Sawit/Khusus
Palembang, INDONESIATERANG — Sebuah sengketa lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, mengancam memicu konflik besar. PT Sawit Raya melayangkan surat sanggahan kepada Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Sumatera Selatan, mendesak penghentian proses permohonan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) PT Patri Agung Perdana (PAP). PT Sawit Raya menuduh PT PAP merampas lahannya seluas 230 hektar dan melakukan perambahan hutan ilegal hingga 870 hektar sejak tahun 2005.
Direktur Utama PT Sawit Raya, H Pelly Yusuf, mengungkapkan adanya pertemuan antara kedua perusahaan pada tahun 2023. Dalam pertemuan tersebut, PT PAP meminta dokumen PT Sawit Raya dengan dalih kerjasama penanaman kelapa sawit. Namun, tanpa tindak lanjut, PT PAP diduga telah menanam sawit di lahan konsesi PT Sawit Raya.
PT Sawit Raya telah menyerahkan bukti kepemilikan lahan kepada BPN, termasuk rekomendasi dari empat kepala desa setempat (No. 018/VII/2013), surat permohonan izin lokasi kepada Bupati Banyuasin (No. 018/IX/2013), dan konfirmasi status lahan dari Kementerian Kehutanan (No. S 622/BPKH II.2/2013 dan SK 822/Menhut-II/2013). Mereka juga menyertakan bukti permohonan izin lokasi kepada Gubernur Sumsel (No. 007/SR/IV/2021) yang kemudian ditolak karena belum memenuhi persyaratan.
Surat sanggahan PT Sawit Raya mengungkapkan bahwa PT PAP diduga telah melakukan pelanggaran hukum dengan perambahan hutan ilegal dalam skala besar. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan lahan seluas ratusan hektar dan berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. BPN Sumatera Selatan kini dihadapkan pada dilema antara menjalankan proses permohonan HGU PT PAP dan menangani tuduhan perambahan hutan ilegal yang serius. Pihak berwenang diharapkan segera menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan transparan untuk mencegah konflik lebih lanjut.
Laporan: Jalal dan TIM
