
Foto Mall Pinrang Sejahtera
MAKASSAR, — Perjanjian kerjasama antara H. Bustan selaku Komisaris Utama PT. Pinrang Sejahtera dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang atas sewa menyewa Pengelolaan Mall Pinrang, berujung berposes hukum.
Kuasa Hukum H. Bustan, Aldin Bulen menceritakan awal mula proses hukum yang menimpanya H. Bustan bersama putranya Muhammad Al-azhar selaku Direktur PT. Pinrang Sejahtera.
Awalnya kata Aldin, pada Kamis 1 Desember 2011, kliennya menandatangani perjanjian kerjasama sewa menyewa Pengelolaan Mall Pinrang.
Masing-masing bertandatangan yakni, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Mineral Kabupaten Pinrang, Ir. H. Syamsu Sulaiman. Perjanjian ini pun disetujui Bupati Pinrang, Aslam Patonangi dan dilegalisir Notaris Muhammad Tahir, SH.
Pada 14 November 2012, Mall Pinrang tersebut diresmikan Gubernur Sulsel, DR. Syahrul Yasin Limpo. Pada tahun 2017, Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang memutuskan Perjanjian tersebut secara sepihak.
“Anehnya tahun 2023, H. Bustan dilaporkan ke Kejari Pinrang atas dugaan melakukan pelanggaran (Tipikor) mempersewakan gedung milik Pemda Pinrang. H. Bustan dituding merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 1.278.000.000, “ucap Aldin, Kamis (13/3/2025).
Pada tahun 2024 lanjut Aldin, H. Bustan selaku Komisaris Utama dan Muhammad Al-Azhar sebagai Direktur Mall Pinrang, kemudian dijadikan tersangka. Pada Maret 2025, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Makassar. Saat ini agenda pemeriksaan saksi.
Dikatakan Aldin, H. Bustan telah melapor balik atas temuanya atau adanya perkembangan baru. Pada 9 September 2024, H. Bustan menerima Surat dari Kejaksaan Agung Nomor: R.2826F.2/Fd.1/09/2024, perihal: Pemberitahuan Tindak Lanjut atas Permohonan Perlindungan Hukum.
Dalam surat Kejaksaan Agung tersebut, ditandatangani oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Direktur Penyidikan DR. Abd. Qohar, AF, selaku Jaksa Utama Muda.
Dijelaskan bahwa laporannya itu, saat ini dalam proses tindak lanjut oleh Kejati Sulsel Cq Kejari Pinrang dan untuk penanganannya dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Tim Monev pada Kejagung Tindak Pidana Khusus dengan Nomor: R 686/Fd.1/08/2024 tanggal 28 Agustus 2024.
“23 September 2024, H. Bustan menerima Surat dari Dinas Perhubungan dan Pertanahan, No. 005/700/IX/Dishubtan/1023, perihal jawaban atas permohonan perpanjangan sewa lahan Mall Pinrang, “jelas Aldin.
Dalam surat itu lanjut Aldin, permohonan H. Bustan tersebut tidak dapat dipenuhi, karena ternyata Gedung Mall Pinrang itu Bukan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang, melainkan merupakan aset yang terdaftar sebagai Inventarisasi Ditjen SA Cq. Balai Besar Wilayah Sungai Pom pangan Jeneberang.
“Hal ini diungkapkan, berdasarkan Surat Depertemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Nomor: PL07.03/BBWS-PD/2023, tanggal 07 September 2007, perihal keberadaan Aset, “beber Aldin.
Selanjutnya, pada 2 Desember 2024, H. Bustan, selaku Pimpinan PT. Pinrang Sejahtera menyurati Menteri Dalam Negeri, Nomor 10/PS/012.2024, perihal Pemda Pinrang melakukan kebohongan publik pada perjanjian sewa menyewa Mall Pinrang tanggal 1 Desember 2012 yang sangat merugikan H. Bustan.
“Atas dugaan Kebohongan Publik Pemda Kabupaten Pinrang, H. Bustan merasa dirugikan sebesar Rp. 6.431.714.942, “terang Aldin.
Selanjutnya, atas kerugian tersebut, H. Bustan melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Pinrang yang saat ini menunggu Putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung.
Kemudian, 2 Desember 2024, H. Bustan mengirim Surat kepada Kapolri, Nomor: 02/SP/XII/2024. H. Bustan melaporkan adanya indikasi tindak Pidana Penipuan pada Perjanjian Sewa Menyewa Mall Pinrang pada 1 Desember 2011.
“Isi surat H. Bustan tersebut, menguraikan berbagai dugaan pelanggaran terkait atas perjanjian itu, “jelas Aldin.
Jadual sidang berikutnya pada Kamis, 20-03-2025 mendatang di PN Makassar, mendengarkansaksi dan keterangan ahli.
Pada sidang Kamis lalu, PH Bustan meminta kepada Majelis Hakim, agar menghadirkan mantan Bupati Kabupaten Pinrang, Aslam Patonangi dan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Miniral, Ir. Syamsu Sulaiman yang menandatangani perjanjian kerja sama tersebut.
Alasan PH Bustan, karena semua perkara ini berawal dari perjanjian itu.
Namun, setelah Ketua Majelis Hakim menyampai permintaan itu kepada JPU, ternyata tidak dapat dipenuhi oleh JPU. Alasannya, karena kedua mantan pejabat itu sebelumnya tidak sempat dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP), dan lagi pula materi perkaranya tentang dugaan pelanggaran undang-undang tipikor, bukan menyangkut perjanjian kerja sama.
Atas alasan JPU, beberapa pengunjung sidang merasa ada keanehan dalan perkara hukum yang menimpa Haji Bustan.
(Khs/Red)
